Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang

Jl. Alianyang No.05 Kelurahan Pasiran Kecamatan Singkawang Barat Kota Singkawang 79123 Telp: (0562) 631010
VISI : Terwujudnya Masyarakat Kota Singkawang yang Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Sejahtera Lahir dan Batin dalam rangka Mewujudkan Kota Singkawang yang Harmonis, Mandiri dan Berkepribadian
 

Jumat, 04 November 2011

ilmu nahwu

0 comments

ILMU  NAHWU
Oleh : JAKA HENDRA[*]

1.        Jumlah Ismiyyah
Jumlah Ismiyyah ( إَِِّْﺔ جُمْلَة ) atau Kalimat Nominal (kalimat sempurna yang didahului oleh kata benda "اِسم" (identik dengan kata benda) yang terdiri dari mubtada’ (pokok kalimat) dan khabar (predikat) dari kata kerja (fi’il). Model struktur paling sederhana untuk jumlah ismiyah adalah:
ism [: sebagai mubtada'] + ism [: sebagai khabar]
Huruf pertama pada fi’il yang ada dalam kalimat tersebut harus sesuai dengan pokok kalimat atau subjek, dengan perubahan sebagai berikut:
a.          Jika pokok kalimat / subyeknya orang 1, tunggal (أنَا ), maka diawali dengan huruf "أ  " , seperti : Saya ( sedang ) duduk : أنَاَ أجْلِسُ
b.          Jika pokok kalimat/subjeknya orang 1 mutsanna/jama’ ( نَحْنُ ) , maka diawali dengan huruf " ن ", seperti : Kami/kita ( sedang ) duduk.نَحْنُ نَجْلِسُ
c.           Jika pokok kalimat/subjeknya orang 2 tunggal laki-laki ( أنْتَ), maka diawali dengan huruf " ت ", seperti : Kamu ( sedang ) duduk.أنْتَ تَجْلِسُ
d.          Jika pokok kalimat/subjeknya orang 2 tunggal perempuan (أنْتِ ), maka diawali dengan huruf "ت " dan diakhiri dengan huruf 'ي " dan "ن ", seperti: kamu ( sedang ) duduk: أنْتِ تَجْلِسِيْنَ
e.           Jika pokok kalimat/subjeknya orang 3 tunggal laki-lakiهُوَ), diawali dengan huruf "ي ", seperti : Dia ( sedang ) duduk. هُوَ يَجْلِسُ
f.            Jika pokok kalimat/subjeknya orang 3 tunggal perempuanهِيَ), maka diawali dengan huruf "ت" seperti : Dia ( sedang ) duduk : هِيَ تَجْلِسُ
Apabila jumlah ismiyyah terdiri dari mubtada’ dan khabar serta maf’ulun bihi (objek/pelengkap penderita), jika di baca lengkap, maka huruf akhirnya berbaris fathah, seperti pada kalimat: siswa itu (sedang) membaca buku: اَلطَّالِبُ يَقْرَأُ الْكِتَابَ
Contoh jumlah ismiyyah yaitu:
Jumlah Ismiyah
Artinya
نَحْنُ نَجْلِسُ عَلَى الْمَقْعَدِ
Kami (sedang) duduk di atas bangku
اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ جَمِيْلٌ
Rumah itu besar (lagi) indah
عَاءِشَة تَذْهَبُ اِلَى الْمَدْرَسَةِ
Aisyah (sedang) pergi ke sekolah
زَيْدٌ سَيَفْتَحُ الْبَابَ
Zaid (akan) membuka pintu
اَلطَّالِبُ يَقْرَاُ الْكِتَابَ
Siswa itu (sedang) membaca kitab

2.        Jumlah Fi’liyyah
Jumlah Fi’liyyah ( فِعْلِيَّة جُمْلَة ) yaitu kalimat sempurna yang dimulai dengan kata kerja (mengandung kata kerja), dengn letak Fa'il (subjek/pelaku) bisa di depan dan bisa pula di belakang Fi'il (kata kerja). Huruf pertama pada fi’il tersebut harus sesuai dengan pokok kalimat atau subjek, dengan perubahan yang sama yang terjadi pada jumlah ismiyyah, begitu juga apabila jumlah fi’liyah dilengkapi dengan maf’ulun bihi (objek/pelengkap penderita), jika di baca lengkap, maka huruf akhirnya juga berbaris fathah. Model struktur paling sederhana untuk jumlah fi’liyah adalah:
fi’il[kata kerja] +  fa’il [:pelaku]  atau
fi’il [kata kerja] +  fa’il [:pelaku] + maf’ul bih [obyek]
Dalam pembentukan jumlah fi’liyyah, diperlukan syarat-syarat tertentu, yaitu:
a.       Predikat berupa kata kerja (fi’il), missal :
 اَلطَّالِبُ يَقْرَأُ الْكِتَابَ > يَقْرَأُ الطَّالِبُ الْكِتَابَ   
b.      Jika subjek (fa’il) berupa kata ganti (dhamir), maka subjek tersebut tidak perlu disebutkan. Misalnya:
Ø  Saya membaca koran: أَقْرَأُ الْجَرِيْدَةَ
Ø  Kamu membca koran: تَقْرَأُ الْجَرِيْدَةَ
Ø  Kita membeli majalah: نَشْتَرِي اَلْمَجَلَّةَ
Contoh:
Jumlah Fi’liyah
Artinya
نَقْرَاُ الْكِتَابَ
Kami (sedang) membaca kitab
َكتَبْتُ الرِّسَالَةَ
Saya (telah) menulis surat
ضَرَبَ اَحْمَد الْجِدَارَ
Ahmad (telah) memukul dinding
يُذَاكِرُ الطَّالِبُ الدَّرْسَ
Pelajar itu (sedang) mengingat pelajaran
تَفْتَحُ عَاءِشَة البَابَ
‘Aisyah (sedang) membuka pintu

3.        Fi’il Madhi
Fi’il Madhi ( مَاضِي فِعْل ) atau Kata Kerja Lampau yaitu lapadz yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang telah berlalu dan selesai atau dalam istilah bahasa inggrisnya adalah past tense yang memiliki arti telah melakukan sesuatu. Ciri-ciri dari Fi’il madhi ialah huruf akhir selamanya di-fathah-kan.
Hukum Fi’il Madhi dibina atas fathah selama tidak berhubungan dengan waw jamak dan dhamir rofa’ yang berharkat. Contoh (ضَرَبَتْ - ضَرَبَ). Kalau sudah dihubungi waw jamak hukumnya dibina atas dhommah contoh (ضَرَبُوا). Dan kalau sudah di hubungi dhomir rofa ‘ yang berharkat, hukumnya dibina atas sukun. Contoh : (ضَرَبْتُ   ضَرَبْنَا )
Kata kerja lampau tersebut dalam penggunaanya juga harus disesuaikan dengan subjeknya melalui perubahan-perubahan sebagai berikut:
a.         Jika subjeknya orang pertama tunggal, maka huruf akhir kata tersebut dibaca sukun, kemudian ditambah dengan huruf “تُ” (ta madzmumah), misalnya: Saya (telah) menulis:  أنَا كَتَبْتُ
b.        Jika subjeknya orang pertama jama’, maka huruf akhirnya dibaca sukun kemudian ditambah dengan huruf “نَا ”, misalnya: kami (telah) hadir: نَحْنُ حَضَرْنَا
c.         Jika subjeknya orang kedua laki-laki tunggal, maka huruf akhir kata tersebut di baca sukun kemudian ditambah dengan huruf “تَ” (ta al-maftuhah) misalnya: kamu (telah) membaca buku: أَنْتَ قَرَأْتَ الْكِتَابَ
d.        Jika subjeknya orang kedua perempuan ( tunggal ), maka huruf akhir di baca sukun, kemudian ditambahkan dengan huruf   تِ( Ta' al-maksurah), misalnya: engkau (telah) masuk kelas: أَنْتِ دَخَلْتِ الْفَصْلَ
e.         Jika subjeknya orang ketiga laki-laki ( tunggal ), maka huruf akhir kata dibaca fathah, misalnya: dia (sudah) pergi ke halaman:هُوَ ذَهَبَ إِلَى السَّاحَةِ
f.         Jika subjeknya orang ketiga perempuan ( tunggal ), maka huruf akhir kata tersebut dibaca fathah, kemudian ditambahkan huruf   تْ ( Ta' al-Sakinah ). Misalnya: dia (sudah) pergi ke halaman:  هِيَ ذَهَبَتْ إِلَى السَّاحَةِ
Untuk menyatakan “tidak” ( menyangkal), digunakan huruf مَا (tidak). Misalnya: saya tidak pergi; أنَا مَا ذَهَبْتُ  
Selanjutnya, jika Fi’il madhi terbentuk dari tiga huruf, ( awal, tengah, dan akhir ), maka terdapat 3 alternatif bunyi untuk membaca tengahnya yaitu di baca fathah, dhammah, dan kasroh seperti kata – kata  :  ذَهَبَ ,عَمِلَ,  كَبُرَ  Ketiga alternative tersebut berdasarkan pada apa yang diucapkan oleh penutur asli (native speaker). Oleh karena itu, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sama'iy ( berdasar pada yang didengar ), yang dalam bahasa lain dikenal dengan istilah irregular verbs (kata kerja tak beraturan ).
Fi’il madhi terbagi kepada dua :
Ø  Fi’il madhi bina bagi fa’il (kalimat aktif) memakai awalan me, contoh (فَتَحَ) = Telah membuka
Ø  Fi’il madhi bina bagi maf’ul (kalimat pasif) memakai awalan di, contoh : (فُتِحَ) = Telah dibuka
Contoh:
Fi’il Madhi
Artinya
ذَهَبْتَ إلَى الْجَامِعَة
Engkau (telah) pergi ke Kampus
َََْْﺍ ﻥَََََ
Hasan (telah) memukul anjing
جَاءَتِ الْبِنْتُ
Anak perempuan itu (telah) datang
الْخَادِمُ كَنَسَ فِي الْمَطْبَخِ
Pembantu itu (telah) memasak didapur
أَنْتِ دَخَلْتِ فِى الْمَسْجِدِ
Engkau (pr) (telah) masuk ke dalam masjid

4.        Fi’il Mudhari’
Fi’il Mudhari’ ( مُضَارِع فِعْل ) atau Kata Kerja Kini/Nanti yaitu lapadz yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Fiil mudhori’, dapat di bentuk melalui dua cara sebagai berikut     :
1.                  Untuk menyatakan pekerjaan / kegiatan yang sedang berlangsung (  الآن )
2.      Untuk menyatakan pekerjaan / kegiatan yang akan berlangsung, kata kerja tersebut diawali dengan huruf.
سَـ   atau  سَوْفَ
Fi'il mudhari' merupakan fi'il yang diawali dengan salah satu huruf zaidah yang empat yang terhimpun dalam lafazh أَنَيْتُ (hamzah, nun, ya, ta) dan selamanya di-rofa'-kan, kecuali dimasuki amil yang me-nashab-kan atau yang men-jazm-kan (maka harus disesuaikan dengan amil-nya). Maksudnya: Fi'il mudhari' itu harus selalu di-rofa'-kan huruf akhirnya dan huruf awalnya harus memakai salah satu dari huruf zaidah yang empat, yaitu hamzah, nun, ya, dan ta.
Contoh:
Fi’il Mudhari’
Artinya
أَنْتِ تَدْخُلِيْنَ الْمَسْجِدَ
Engkau (pr) (sedang) memasuki masjid
يَخْرُجُ الطَّالِبُ مِنَ الْمَكْتَبَةِ
Pelajar itu (sedang) keluar dari perpustakaan
تَقْرَأُ الطَّالِبَةُ الْجَرِيْدَةَ
Pelajar perempuan itu (sedang) membaca surat kabar
نَلْعَبُ بِالْكُرَةِ
kami (sedang) bermain bola
سَيَقْرَأُ الطَّالِبُ الدَّرْسَ
Pelajar itu ( akan ) membaca pelajaran

5.        Fi’il Mudhari’ Mansub
Yaitu Fi’il mudhari’ yang didahului/dimasuki oleh  huruf-huruf nawashib, yaitu:
اَنْ, لَنْ, اِذَنْ, كَىْ, لاَمْ كَىْ, لاَمْ جُحُوْد, حَتَّى, اَلْجَوَابُ بِاالْفَاءِ, اَلْجَوَابُ بِاالْوَاوْ, اَوْ
Fi’il Mudhari’ Mansub, huruf akhirnya mengalami perubahan sebagai berikut :
1.      Dibaca fathah jika kata kerja tersebut sebelumnya berbunyi dhammah
Seperti:   اَنْتَ تَذْهَبُ >  تُرِيْدُ اَنْ تَذْهَبَ
2.      Dibaca dengan membuang huruf ن jika kata kerja tersebut sebelumnya berakhiran يْنَ”. Seperti:  تَمْزَحِيْنَ وَقْتَ الدَّرْسِ  >  تَمْزَحِيْ وَقْتَ الدَّرْسِ 
Contoh:
Fi’il mudhari’ Mansub
Artinya
أُرِيْدُ أَنْ أَكْتُبَ الرِّسَالَةَ  
Saya ingin menulis surat
اَنْ يُعْجِبَنِى قِرَائَتُكَ
Bacaanmu mengagumkan aku
لَنْ يَفْلَحَ مَنْ كَسَلَ
Orang malas tidak akan bahagia
اِذَنْ اُكْرِمَكَ
Kalau begitu aku akan menghormatimu
جِئْتُكَ كَىْ تُعَلِّمَنِىْ
Aku datang padamu agar engkau mengajariku
اُطْلُب الْعِلْمَ حَتَّى تَأْتِيَكَ الْمَوْتُ
Carilah ilmu sampai sampai maut menjemputmu
اَقْبِلْ فَأُحْسِنَ اِلَيْكَ
Menghadaplah, maka aku akan berbuat baik padamu
اَقْبِلْ وَاُحْسِنَ اِلَيْكَ
Menghadaplah, kusertakan kebaikan untukmu
ِلأَحْقِرَنَّكَ اَوْتأْتِيَ مَايَلْزَمُ عَلَيْكَ
Niscaya aku akan menghinakanmu, kecuali kamu melakukan pekerjaan yang sudah menjadi kebiasaanmu

6.        Fi’il Mudhari’ Majzum
Yaitu Fi’il mudhari’ yang didahului dengan huruf-huruf  jawaazim yaitu:
لَمْ, لَمَّا, اَلَمْ, اَلَمَّا, لاَمْ الاَمْرِ, لاَمْ دُعَاءِ, لاَمْ نَهْىِ, اِنْ, مَا, مَنْ, مَهْمَا, اِذْمَا, اَىٌ, مَتَى, اَيَّانَ, اَيْنَ, اَنَّى, حَيْثُمَا, كَيْفَمَا, اِذًا
Fi’il Mudhari’ Majzum, huruf akhirnya mengalami perubahan sebagai berikut :
1.        Dibaca sukun atau mati jika kata kerja tersebut sebelumnya berbunyi/di baca dhammah. Seperti : اَعْرِفُ  >  لَمْ اَعْرِفْ
2.        Dibaca dengan menghapus/membuang huruf ن jika kata kerja tersebut berakhiran huruf ن.  Seperti : اَنْتِ تَجْلِسِيْنَ  >  اَنْتِ لَمْ تَجْلِسِيْ
3.        Dibaca dengan menghapus/membuang huruf “ ’illat ” seperti huruf و, ا dan ي”. Seperti:
يَدْعُوْ الْوَلَدُ صَاحِبَهُ  >  لَمْ يَدْعُ الْوَلَدُ صَاحِبَه
يَجْرِيْ الْغَنَمُ  >  لَمْ يَجْرِ الْغَنَمُ
اَنْتَ تَرَئ الْحَادِثَةُ  >  اَنْتَ لَمْ تَرَ الْحَادِثَةُ
Keterangan: Huruf “لَمْ” dapat berlaku untuk semua subjek (orang pertama, ke-2 dan orang ke-3) sedangkan huruf “larangan” ( لا النَّاهِيَة ) hanya berlaku untuk subjek orang ke-2 (mukhatab dan mukhathabah).

Contoh Fi’il Mudhari’ Majzum:
Fi’il mudhari’ Majzum
Artinya
لَََمْ يَنْصُرْ زَيْدٌ
Zaid tidak menolong
لَمَّا يَدْخُلْ هَذِهِ الدَّارَ اَحَدٌ
Seorang pun belum ada yang memasuki rumah ini
اَلَمْ يَعْرِفْ اَحَدٌ
Apakah belum ada seorang pun yang mengetahui ?
اَلَمَّا اُحْسِنْ اِلَيْكَ ؟
Apakah aku tak berbuat baik untukmu ?
لِيَنْصُرْ زَيْدٌ عَمْرًا
Hendaklah Zaid menolong Amr
لِيُعْطِنَا رَبُّنَا
Semoga Rabb kami memberikan (sesuatu) kepada kita
لاَ تَفْعَلْ ذَنْبًا
Janganlah kamu berbuat dosa
اِنْ يَقُمْ زَيْدٌ يَقُمْ عَمْرٌ
Apabila Zaid berdiri, niscaya Amr pun berdiri
مَا تَفْعَلْ اَفْعَلْ
Apa saja yang engkau lakukan, tentu aku pun melakukannya
مَنْ تَنْصُرْهُ اَنْصُرْ مَعَكَ
Siapa saja yang engkau tolong, tentu aku pun menolongnya besertamu
اَيْنَمَا تَنْزِلْ اَنْزِلْ
Di mana saja engkau turun, tentu aku pun turun
اَنَّى تَطْلُبِ الْعِلْمَ تَرْبَحْ
Setiap engkau menuntut ilmu, tentu engkau beruntung
حَيْثُمَا تُطِعْهُ تُعْطَ اَجْرًا
Andaikata engkau taat kepada Allah, maka engkau diberi pahala
وَاِذًا تُصِبْكَ خَصَاصَةٌ فَتَحَمَّلْ
Bila kesusahan menimpamu, maka kamu harus menahan (dengan sabar)

7.        Fi’il Amar
Fi'il Amar atau Kata Kerja Perintah adalah fi'il yang berisi pekerjaan yang dikehendaki oleh Mutakallim (pembicara) sebagai orang yang memerintah agar dilakukan oleh Mukhathab dan mukhathabah (lawan bicara) sebagai orang yang diperintah. Perlu diingat bahwa yang menjadi Fa'il (Pelaku) dari Fi'il Amar adalah Dhamir Mukhathab (lawan bicara) atau "orang kedua" sebagai orang yang diperintah untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dhamir Mukhathab terdiri dari: أَنْتُنَّ  - أَنْتُمْ  - أَنْتُمَا  - أَنْتِ  - أَنْتَ .
Fa'il
Fi'il Amar
Artinya
أَنْتَ
اِفْعَلْ
(engkau -lk) kerjakanlah!
أَنْتِ
اِفْعَلِيْ
(engkau -pr) kerjakanlah!
أَنْتُمَا
اِفْعَلاَ
(kamu berdua) kerjakanlah!
أَنْتُمْ
اِفْعَلُوْا
(kalian -lk) kerjakanlah!
أَنْتُنَّ
اِفْعَلْنَ
(kalian -pr) kerjakanlah!
Contoh :
Fi'il Amar
Artinya
اِجْلِسْ يَا أَحْمَدُ
Duduklah ya Ahmad
اِعْمَلْ لآِخِرَتِكَ
Bekerjalah untuk akhiratmu (lk)
أَقِمْ صَلاَتَكَ
Dirikanlah shalatmu (lk)
إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
كَبِّرُوْا رَبَّكُمْ
Besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kalian (lk)
كَبِّرْنَ رَبَّكُنَّ
 Besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kalian (pr)


Referensi:

Hj.Masruraini.Modul Pembelajaran Bahasa Arab Praktis.2010.Singkawang http://ramlannarie.wordpress.com/2010/03/14/kuliah-bahasa-arab
K.H. Moch. Anwar. Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy berikut penjelasannya. Sinar Baru Algensindo.2010. Bandung


[*] Adalah Mahasiswa STIT Syarif Abdurrahman Singkawang  semester  III b

0 comments:

Posting Komentar

Popular Posts