SINGKAWANG.
Pernikahan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri berdasar akad nikah dengan
tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai hukum
Islam. Oleh karena demikian pentingnya perkawinan atau pernikahan, maka ia
harus dilakukan menurut ketentuan hukum Islam dan oleh karena itu keberadaannya
perlu dilindungi oleh hukum Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku agar perkawinan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Meskipun
sosialisasi tentang prosedur nikah di KUA tanpa biaya sudah gencar dilakukan,
ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa nikah siri masih terjadi. Kejadian
nikah siri itu terjadi di masa lampau, namun dampaknya masih terbawa hingga
saat ini.
Menanggapi
fenomena tersebut, KUA Kecamatan Singkawang Utara bekerjasama dengan Forum
Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Singkawang Utara dan Unit Pengumpul
Zakat (UPZ) Singkawang Utara mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan
Pernikahan Siri kepada para tokoh masyarakat dan pemuka Agama Islam se-Kecamatan
Singkawang Utara yang berjumlah 40 orang, mengingat merekalah yang biasanya
menjadi tempat bertanya sanak keluarga, tetangga, dan warga masyarakat di
sekitarnya, Selasa (24/09). Kegiatan tersebut dilaksanakan di Balai Nikah KUA
Singkawang Utara Jalan Ratu Sepudak Kelurahan Sungai Garam Hilir.
Dalam
sambutannya, Kepala KUA Kec. Singkawang Utara Beny Arifin, S.Ag menjelaskan
bahwa KUA sebagai garda terdepan tempat pelayanan keagamaan memandang perlu
mengadakan sosialisasi mengenai arti penting mencatatkan perkawinan di KUA dan
dampak negatif nikah siri serta solusi bagi pasangan yang sudah terlanjur
melakukan nikah siri di masa lampau.
Sosialisasi ini
dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang yang diwakili oleh Kasi
Bimas Islam, Drs. H. Muhlis, M.Pd dan menghadirkan narasumber dari Pengadilan
Agama Singkawang yaitu Ahmad Affendi, S.Ag. “Banyak sekali dampak negatif dari
nikah siri ini bagi keluarga khususnya bagi istri dan anak, seperti bagi istri,
tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika suami meninggal dan bagi
anak, akan sulit untuk memberikan administrasi kependudukan karena tidak ada
bukti pernikahan orang tuanya.” ujar Affendi dalam materinya.(DH/skw)
0 comments:
Posting Komentar